Sabtu, 12 Mei 2012

Bromo yang Indah Menggetarkan Hati Kami


Hummm, akhirnya…. Pada Sabtu (7/5/2012), Saya dan sebagian teman-teman biologi jadi juga mengunjungi Gunung Bromo, salah satu gunung berapi yang wajib untuk dikunjugi di Benua Asia ini. Selagi masih kuliah di Malang, saya memang memiliki rencana sejak dulu untuk menyaksikan keindahan alam taman nasional bromo. Dan kesempatan untuk berwisata ke Gunung Bromo baru datang di semester akhir perkuliahanku di Biologi Unmuh Malang. Ini dia nih, perjalanan yang takkan pernah kulupakan bersama teman2 Biologi. Yang ikut dalam rombongan ini adalah Jhon, Mei & Vicky, Qiqi, Mia & Tapir, dan Donny. Sayang memang, tidak semua teman-teman sekelas bisa ikut ke Bromo. Semoga kelak bisa mengunjungi Bromo lagi bersama teman-teman Biologi A.

Sekitar pukul 21.30 WIB, kami start dari BCT dan meluncur ke Bromo dengan mobil carteran. Inilah saat yang tepat bagi kami semua untuk melupakan sejenak tentang segala seluk beluk kuliah, ya khususnya skripsi. Horeeee. 

Rute yang kami lalui adalah jalur Probolinggo. Tentu mengasyikkan, karena inilah jalur utama bagi wisatawan. Dengan jalannya yang bersahabat, tentu tidak menimbulkan kekhawatiran sedikitpun bagi kami. Sebelum menempuh perjalanan wisata ini, kami mempersiapkan segala bekal yang kami butuhkan. Seperti minuman, snack, vitamin, obat mabuk, dan tentu saja Kopi buat pak Sopir.

Di dalam mobil, kami selingi dengan canda dan tawa agar tidak terasa bosan dalam perjalanan. Memasuki kabupaten Pasuruan, kami semua mulai ngantuk. Tapi, aku sendiri mencoba untuk bertahan dengan melihat keadaan daerah yang kami lewati. Begitu pula ketika memasuki Probolinggo, kami semua mulai merasa kelelahan. Melewati kab. Pasuruan dan Probolinggo, mengingatkan saya ketika berada di pulau Madura, tempat nenek moyang saya dilahirkan. Setiap daerah memang memiliki keunikan dan kesamaanya tersendiri.
Mulai memasuki jalanan utama ke Bromo, semua mulut kami lebih banyak terdiam. Karena keadaan yang gelap, kami tidak bisa menikmati secara sempurna keindahan alam di sepanjang perjalanan menuju Bromo. Namun, kami semua sadar dan takjub, inilah Karya Tuhan yang akan kami kunjungi dan nikmati keindahannya. Semakin mendekati lokasi, hati kami semakin tidak sabaran untuk melihatnya.

Akhirnya, mobil yang kami tumpangi tiba tepat di pintu masuk lokasi wisata gunung Bromo. Ada yang unik. Ketika kami tiba di sana, banyak orang mengerubungi mobil kami, mulai tukang parker, penjual syal, dan calo hartop. Sungguh seperti artis, tapi sungguh tidak mengenakkan juga.

Tidak lama kemudian, satu per satu dari kami keluar dari mobil. Kami pun langsung menanyakan harga hardtop atau jeep yang akan membawa kami ke puncak, kemudian kawah Bromo yang pada saat itu dalam status normal. Dalam hal tawar menawar, di sinilah harga diri mahasiswa di pertaruhkan. Karena ini adalah negosiasi yang mementingkan paradigma Menang-Kalah. Sebagai mahasiswa, kami tidak mau di tipu tentunya. Menurut informasi umum yang kami peroleh, bahwa penyewaan Hardtop itu hanya Rp. 400rb per 8 orang, untuk menuju puncak dan kawah Bromo. Namun, calo Hardtop tidak setuju ketika kami tawari dengan harga tersebut. Namanya calo ya memang bangsat, super bangsat malahan. Tidak mengenal itu dari daerah mana,dan agamanya apa. Kalo calo ya calo, dan itu bangsat menurut kami, serta dilarang oleh agama, dan dikenai denda oleh negara. Betul kan?

Kami tidak menyerah. Akhirnya saya, Jhon, dan Donny turun ke bawah untuk mencari carteran hardtop yang lain. Sayang, tidak ada satu orang pun yang mendekati kami untuk menawari hartop. Akhirnya kami menuju pos jaga yang ada disana, berharap bisa berkonsultasi dengan orang yang jujur. Namun apa daya, yang kami temui di pos jaga itu adalah para calo yang barusan menghantui kami di pintu masuk wisata Bromo. Oh Tuhan. Kami menyerah, akal licik sang calo telah mengalahkan rencana kami yang sama sekali tidak memiliki pengalaman. 

“Gimana mas?, dari pada sampean gak dapat hardtop dan tidak bisa melihat sunrise,” ujar calo bangsat itu. “Ya udah mas, gak apa” ujar kami. Setelah membayar DP dan mengikat janji untuk di jemput pada pukul 02.00, kami segera menuju mobil dan mengambil perlengkapan penghangat badan. Karena jam di tangan masih menunjukkan pukul 12.00 malam, kami masih memiliki kesempatan untuk tidur selama 2 jam. 

Melihat keadaan di dalam mobil, kami bertiga tidak memungkinkan untuk tidur di mobil. Akhirnya, kami mencari lokasi penginapan gratis, apalagi kalau bukan Musholla. Awalnya kami takut, karena tidak ada seorang pun yang tidur di Musholla. Tapi Kami sudah tidak tahan dengan hawa dingin yang menyerang. Jaket yang saya pakai sepertinya tidak berguna. Tulisan “Dilarang tidur di Mushollah” kami abaikan. Sajadah tebal yang ada di masjid seperti telah disiram dengan air es, basah dan dingin sekali. Rasa kantuk kami berperang melawan hawa dingin, sesekali rasa kantuk yang menang, tapi tidak jarang hawa dingin mengalahkan rasa kantuk kami.

Karena kami takut kesiangan, kami member kabar kepada teman yang ada di mobil untuk menelpon kami pada pukul 02.00 am.

Dalam keadaan yang sangat terlelap, saya kaget dan terbangun dengan memohon ampun. Sleepingbad yang kami gunakan sebagai selimut, tiba-tiba ditarik oleh sang pemilik, Donny. “Bangun, bangun, brrrrr”, ujar Donny kepada kami. Waktu tidur yang sebentar itu, telah menyisakan cerita yang banyak, mulai dari tarik-menarik selimut alias rebutan selimut, hingga saling merapatkan badan untuk melawan rasa dingin. He

Setelah semua tersadar dalam tidur masing-masing, kami segera bangkit dan menuju mobil. Keadaan di pintu masuk sudah mulai ramai, para wisatawan sudah sibuk dengan persiapan menuju puncak. Kami juga tidak mau kalah, Hardtop yang kami sewa telah menunggu kami.

Taraa, akhirnya kami berangkat menuju puncak. Sayang, sopir yang akan mengantarkan kami kurang bersahabat. Ia bangsat, bahkan lebih bangsat dari calo tadi. Pokoknya ini menjadi pelajaran bagi kami ke depan. Bagi kalian yang akan menuju Bromo juga. Ingat ya, satu Hardtop itu bisa diisi dengan 8 orang. Harga sewanya cukup Rp. 400rb rupiah. Itu sudah termasuk jasa antar jemput untuk spot puncak tertinggi, terus turun ke bawah untuk menuju kawah. Berapa lama?, tentu terserah pada pihak penyewa. Jangan mau jika sopir minta anda kembali pada jam-jam yang telah ia tentukan sendiri. 

Meski diwarnai debat yang panjang, akhirnya kami berangkat menuju puncak untuk melihat sunrise. Asyik… tiba di sana, ternyata kami masih harus berjalan, mendaki lereng. Sekitar pukul 04.30 pm, kami tiba di puncak. Masih ada kesempatan bagi saya untuk menunaikan Sholat subuh. Setelah itu kami berfoto-foto ria. Subahanallah, inilah yang kami tunggu. Memanfaatkan waktu terbitnya matahari yang sebentar, kami berusaha menjadikannya sebagai momen berfoto yang paling indah. Disana juga banyak turis asing dari Perancis, kami pun mengajaknya berfoto bareng. “This is the best view in Asia,” ia mengungkapkan kekagumannya atas keindahan yang sedang ia lihat. Sungguh, penciptaan-Nya sangat luar biasa, tanpa cacat dan tak tertandingi.

Meski tidak ada kata puas dalam hati, kami harus segera turun untuk menyaksikan karya indah-Nya yang lain, yakni kawah bromo. Dengan menggunakan Hardtop, kami menuju kawah Bromo. Meski dari awal sopirnya tidak bersahabat, kami merasakan kenikmatan dalam perjalanan, melewati lading pertanian, rumah-rumah penduduk, hingga lautan pasir di Bromo yang sangat terkenal. Saya sendiri merasa sedang berada di atas speed boat yang sedang melaju di lautan, waw, berombak.

Setelah sampai di batas akhir pemberhentian, kami turun. Dan siap melanjutkan perjalanan dan pendakian panjang menuju kawah Bromo. Tentu, kamera tidak pernah kami diamkan. Apapun yang menarik, selalu kami abadikan. Indah bro.

Naik ke kawah, memang butuh perjuangan berat. Meski banyak pemilik kuda menawarkan untuk naik kuda, kami dengan tegas menolak. “Kita lho anak TEB (Tim Ekspedisi Biokonservasi, .red),” celetuk salah satu teman kami. He

Sesekali kami berhenti untuk menikmati keindahan alam sekitar, sekaligus menghilangkan rasa letih. Semakin lama, kami semakin mendekati tangga menuju puncak kawah. Dari kejauhan, ribuan orang yang menuju puncak terlihat seperti semut yang berjalan rapi. Ya Allah, betapa kecilnya hamba-Mu ini.  

Huh……. akhirnya anak tangga pertama menuju kawah telah kami injak. Ini seperti perjalanan hidup dalam memperjuangkan mimpi bro. “Positive, Persistence, and Pray,” Insyaallah berhasil, demikian kata M. Assad di dalam bukunya. He

Setelah berjuang keras, kami pun tiba di kawah yang terbilang aktif ini. Ya Tuhan, saat melihat ke bawah, lutut saya bergetar. Seluruh kemampuan kami tertunduk atas ciptaan-Mu yang luar biasa ini. Semakin lama saya melihat ke bawah, semakin kuat getaran yang ada dalam diri saya. Saya tidak mampu, dan menyerah. Ingin segera kembali ke bawah. Tapi, sebagai kenang-kenangan, kami semua menyempatkan diri untuk berfoto ria. Syal Palestina yang saya gunakan, saya bentangkan di atas kawah bromo.

Sebagai manusia, kami tidak bisa menduga-duga. Bisa saja Allah menyemburkan lahar panas, ketika kami sedang berada di bibir kawah. Tapi, Allah Maha Penyayang, masih memberikan kesempatan kepada kami untuk bernafas, bergerak, bertaubat, dan menikmati rejekinya. Terima kasih tak terhingga Ya Allah.

 Foto-Watch sunrise: Di Puncak, bersama turis asing asal Perancis. "This is the Best View in Asia," menurutnya.




Foto-Padat: Perjalanan menuju puncak kawah Bromo.
Foto-Curam: Inilah kawah yang membuat hati saya tertunduk.

Setelah menyaksikan secara langsung, kami semua segera turun, dan bersiap untuk mengakhiri perjalanan kami. Sungguh Indah. Di sepanjang perjalanan, hati saya masih saja belum puas untuk menikmati keindahan Bromo. Saya berjanji, akan mengunjungi mu lagi, Bromo yang indah, yang mampu menggetarkan hati kami.


1 komentar: